PENDIDIKAN NILAI MORAL
Pendidikan Nilai Moral
Dengan teknik pembelajaran tertentu pendidikan dapat mempengaruhi tingkat kedewasaan moral peserta didik. Tetapi karena perkembangan kedewasaan moral itu juga ditentukan oleh batas-batas yang diberikan oleh perkembangan psikologis, tidak masuk akal kalau kita mengajak peserta didik dari tingkat TK berdiskusi dilema moral. Cukup kalau mereka diajak untuk mencari alasan dari tiap-tiap tindakan sehingga mereka akan memahami pula alasan perlunya peraturan.
Pada anak-anak yang berusia 9-12 tahun, yang menurut Piaget berada dalam tahap operasional formal, sangat dianjurkan bahan diskusi moral, karena mereka sudah siap untuk berkembang dari tahap ke-2 ke tahap berikutnya yang lebih tinggi. Diskusi-diskusi dilema moral dapat dijadikan acara dalam kelas, dengan mengambil bahan-bahan dari surat kabar, kejadian sehari-hari, masalah moral yang umumnya, msialnya soal hukuman mati, bunuh diri, penggusuran rumah, dan lain-lain. Diskusi seperti itu akan merangsang gagasan-gagasan mengenai tindakan mana yang mesti dilaksanakan.
Dalam hal ini peranan pendidik sangat menentukan. Pendidik dituntut cakap untuk mengidentifikasi alasan-alasan yang diajukan, merumuskan kembali, memperjelas alasan dan memberi kesimpulan. Pendidik mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan alasan yang sedikit lebih tinggi dari rata-rata tahap kedewasaan moral anak-anak dalam kelas, sebab dengan demikian akan merangsang kelanjutan proses berpikir peserta didik. Pendidik yang bijaksana akan bersedia menahan diri untuk tidak mengambil alih seluruh pembicaraan diskusi, sehingga peserta didik seluruhnya dapat ambil bagian. Yang diperlukan adalah merumuskan kembali alasan yang telah diajaukan peserta didik agar mereka dapat mendengar sendiri gagasan yang telah mereka utarakan. Dan gagasan itu bukan untuk diberi penilaian atau komentar yang moralistis.
Pendidikan moral atau nilai bagi para remaja (setingkat SLTA) tidak jauh berbeda dengan yang diajukan, tetapi tentu saja berbeda pada tingkat/kualitasnya, yang harus lebih tinggi. Jika perkembangan moralnya normal, maka mereka pada umumnya berada pada tingkat kesadaran moral tinggal III atau IV (Konvensional menurut Kohlberg). Karena perkembangan menuju tingkat pasca konvensional tidak terjadi dengan sendirinya, maka kepada mereka diajukan masalah-masalah moral tingka pascakonvensional. Pada tingkat ini pertimbangan moral berdasar pada prinsip-prinsip abstrak. Permasalahannya adalah bagaimana menyusun suatu pengalaman atau kasus dilema moral yang sesuai dengan tingkat perkembangan moral mereka, sehingga dapat mendorong perkembangan moral dari tingkat II ke tingkat III, tingkat III ke tingkat IV, tingkat IV ke tingkat V, dan tingkat V ke tingkat VI.
Dari banyak penelitian menunjukkan bahwa khususnya pada para remaja, perkembangan moral akan terjadi bila mereka diberi cukup kesempatan untuk "memainkan peranan", dengan melihat kejaidan, peristiwa, permasalahan dari perspektif yang berbeda, memasukkan diri dalam situasi orang lain. Ini akan membantu memperluas pengalaman mereka. Tetapi harus diingat bahwa pengalman saja tidaklah cukup, sebab hanya dari refleksi atas pengalaman itu kita dapat mengambil sesuatu. Dalam proses refleksi itu terjadi internalisasi nilai-nilai moral.
Daftar Pustaka: Sutarjo Adisusilo, JR. Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme dan VCT Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Tahun 2012. hal. 125-127.
No comments for "PENDIDIKAN NILAI MORAL"
Post a Comment